Bandung, 13 April 2022 – Program “Stiepar-Eurasia International Short Course” (SEISC) 2022 telah memasuki sesi ke-15 dan ke-16 sebagai sesi pamungkas. Sesi tersebut sekaligus sebagai penutupan Program SEISC yang sebelumnya telah dimulai sejak 15 Februari 2022 dan dibuka resmi oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, Dr. Sandiaga Salahuddin Uno, M.B.A.
Kegiatan yang berlangsung pada Selasa, 12 April 2022 tersebut diawali dengan laporan Ketua Penyelenggara SEISC, Nova Riana, Dra., M.Si., CHE. Dalam laporannya, Nova menyampaikan ucapan terima kasih kepada Eurasia Foundation Japan yang telah memberikan kesempatan kepada STIEPAR YAPARI dan mendanai pelaksanaan program International Short Course.
SEISC memiliki tujuan untuk menyebarluaskan pemahaman dan wawasan, khususnya terkait dengan isu-isu pariwisata berkelanjutan di Asia. Program ini diikuti oleh mahasiswa semester 4 dan 6 Prodi S1 Manajemen (Kekhususan Pariwisata).
Narasumber SEISC berasal dari dalam dan luar negeri. Sebagai perwakilan Perguruan Tinggi di Indonesia di antaranya: STIEPAR YAPARI, Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Padjadjaran, Universitas Pendidikan Indonesia, dan Universitas Pattimura. Sementara itu, hadir sebagai perwakilan Lembaga dari Eurasia Japan, HILDIKTIPARI (Himpunan Lembaga Pendidikan Tinggi Pariwisata Indonesia) dan Kemenparekraf RI.
Sementara itu narasumber dari luar negeri berasal dari enam negara, terdiri dari Mr. Sato Yoji (Jepang), Dr. Hiram Ting (UCSI Sarawak-Malaysia), Dr. Daryl Ace V. Cornell, Ph.D (Polytechnic University of the Philippines), Prof. Jung Gi Young, Ph.D. (Busan University, South Korea), Prof. Hasan Tekguc (Kadir Has University-Turkey), dan Assoc. Prof. Ann Ashton, Ph.D (National Institute of Development Administration-NIDA-Thailand. Demikian disampaikan oleh Ketua Penyelenggara.
Pada sesi ke-15, menghadirkan narasumber Dr. Dianni Risda dari Eurasia Foundation yang menyampaikan materi dengan tema “Language Education and International Mobility Toward Asian Community”. Sesi ini dipandu oleh Septy Indrianty, S.Pd., M.Pd., dosen STIEPAR YAPARI sekaligus sebagai Wakil Ketua II Bidang Adm. Umum, SDM & Keuangan.
Dianni mengutip ungkapan yang disampaikan oleh Ken Hale, Massachusetts Institute of Technology (dalam Davis, W.,1999), “Ketika bahasa menghilang, budaya mati. Dunia secara inheren menjadi tempat yang kurang menarik, tetapi kita juga mengorbankan pengetahuan mentah dan pencapaian intelektual selama ribuan tahun”. Dengan kata lain, bahasa memiliki peran penting untuk komunikasi termasuk pada konteks lintas budaya dan negara.
Dianni menambahkan, terdapat trend pembelajaran bahasa seperti Bahasa Arab lebih terkait dengan pemahaman Agama Islam, Bahasa Jepang untuk kebutuhan Bisnis dan Pop Culture, Bahasa Korea untuk Bisnis dan Pop Culture, dan Bahasa Mandarin untuk Bisnis.
Dalam implementasinya, memahami bahasa adalah bagian dari memahami budaya dan karakter penuturnya serta dapat menghilangkan kecurigaan dan meminimalisir konflik. Terkait dengan trend mobilitas internasional ditandai dengan keterbukaan informasi, kemudahan akses, peningkatan kemampuan ekonomi dan kebutuhan SDM. Pendidikan bahasa adalah salah satu bagian penting dalam menghadapi pergerakan global tersebut.
Sementara itu, untuk sesi ke-16 disampaikan oleh Drs. Alexander Reyaan, M.M., (Direktur Wisata Minat Khusus-Kemenparekraf Republik Indonesia) dengan materi mengenai “Towards Sustainable Tourism Through Ecotourism by Carbon Offsetting”. Pemaparan yang sangat menarik ini dipandu oleh Dr. Emron Edison, S.E.,M.M. (Kaprodi S1 Manajemen STIEPAR YAPARI).
Alex memaparkan poin-poin penting terkait dengan isu perubahan iklim global, kontribusi pariwisata terhadap emisi karbon global, model pariwisata degeneratif dan regeneratif. Penerapan Carbon Offsetting di Asia Pasifik sebagai contoh di tingkat kota adalah di Kota Melbourne. Kota ini telah tersertifikasi Carbon Neutral sejak tahun 2012 oleh Climate Active, tambah Alex.
Konsep pariwisata denegeratif dan regenaratif adalah bagian yang sangat menarik dalam diskusi di sesi ke-16. Pariwisata degeneratif merupakan suatu kondisi dimana wisatawan berada pada pengalaman buruk yang berdampak pada kondisi ekonomi. Sebagai contoh wisatawan yang tidak peka terhadap lingkungan dan memiliki karakter yang egosentrik. Sebagai tempat tinggal, tipe wisatawan ini lebih memilih pada akomodasi yang tidak mempertimbangkan konsep keberlanjutan.
Sementara itu pariwisata regeneratif adalah kondisi dimana wisatawan dan fasilitas pendukungnya memahami konsep pariwisata berkelanjutan dan menghasilkan pengalaman yang unik dan dapat menciptakan inovasi ekonomi. Pelaku wistatawan ini juga bisa dikatakan sebagai responsible traveler. Kesadaran lain dari regeneratif adalah pada carbon offsetting project yang sangat mendukung prinsip pariwisata berkelanjutan.
Sesi ke-15 dan ke-16 sekaligus penutupan SEISC digelar secara hibrid yang dihadiri oleh mahasiswa dan dosen STIEPAR YAPARI dan ditutup secara resmi oleh Ketua STIEPAR YAPARI, Prof. Dr. Enok Maryani, MS.
Enok menyampaikan terima kasih tak terhingga kepada Eurasia Japan dan seluruh peserta SEISC yang telah mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir. Sebagai salah satu outcome dari kegiatan ini adalah akan menghasilkan karya ilmiah baik dari para penyaji materi maupun peserta yang melibatkan para dosen sebagai pembimbing. (TK)